Cut Nyak Din Dari Bima
Ini bukan foto Bumi Partiga, Hanya ilustrasi saja. |
Dialah satu-satunya sultan
perempaun(Sultanah) dalam sejarah kesultanan Bima. Wanita ini bernama Kumala.
Sebelum diangkat menjadi sultan bergelar Bumi Partiga yaitu sebuah jabatan di
Istana Bima yang memiliki tugas sebagai pejabat yang mengajarkan Tata Krama
yang harus dilakukan oleh setiap putera dan puteri sultan Bima. Kumala merupakan tokoh wanita Bima pada abad
XVIII yang memiliki komitmen kuat dalam mempertahankan kedudukan Bima sebagai
kesultanan yang dihormati kawan dan ditakuti lawan.
Kumala
memulai debut karir politiknya ketika menjadi istri sultan Abdul Kudus
Makassar. Dari pernikahan itu Kumala mempunyai seorang putera yang bernama
Usman yang nama makassarnya dikenal dengan “ Amas Madina “ yang kemudian naik
tahta menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun 1753. Tregedi kematian Abdul
Kudus ini semakin mengobarkan semangat Kumala untuk berjuang melawan Belanda di
Makassar terutama di Bima. Kebencian Belanda kepada Kumala berawal ketika dia
mengangkat puteranya Amas Madina sebagai sultan Makassar
dalam usia 6 tahun pada tanggal 21 Desember 1753.
Tidak
hanya itu, Kumala juga kembali ke Bima dan diangkat oleh Majelis Hadat menjadi
sultanah. Penobatan ini memang sempat menimbulkan kontroversi di kalangan
majelis adat Dana Mbojo. Sebagian anggota majelis adat menganggap bahwa dalam
islam seoarang perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Sementara disis lain majelis
adat telah mengangkat adik kandung Kumala yang Abdul Kadim sebagai sultan yang
masih berusia 9 tahun dan diwali-kan oleh Jeneli Rasanae Sultan Abdul Ali. Sistim
perwalian memang telah menjadi konvensi dalam kesultanan Bima yang apabila
putera mahkota berusia muda tetap diangkat menjadi sultan namun dilakukan
sistim perwalian sampai sang sultan beranjak dewasa.
Namun
pada saat itu, keadaan Bima dan Makasar betul-betul dalam keadaan yang serba
sulit. Belanda terus melakukan penekanan di bidang politik dan ekonomi. Bima
dan Makassar terus diadu domba melalui status
kepemilikan tanah Manggarai yang selalu berubah. Menurut Catatan Naskah BO
Sangaji Kai, pada masa Pemerintahan sultan Abdul Kahir I (1640), daerah
Manggarai diserahkan kepada Makassar. Kemudian
pada masa pemerintahan Abdul Khair Sirajuddin dikembalikan kepada Bima. Tetapi
pada masa pemerintahan sultan Hasanuddin Bima(Bukan Sultan Hasanuddin Makassar)
Manggarai kembali menjadi milik Makassar,
karena menjadi mahar pernikahan puteranya Alauddin (Ayah dari Kumala) dengan
Karaeng Tana Sanga Mamuncaragi puteri Sultan Makassar Sirajuddin.
Untuk
itulah, Kumala tampil di pentas sejarah menjadi jembatan dan pelerai
perseteruan antara Bima dengan Makassar atas tanah Manggarai sekaligus
menghentikan intrik adu domba Belanda yang mengadu Bima dengan Makassar yang
masih serumpun dan sedarah. Disamping itu, Kumala mengetahui bahwa Wali Sultan
Abdul Ali termakan hasutan Belanda dan telah menandatangani kontrak dagang
dengan Belanda yang sangat merugikan perekenomian Kesultanan Bima. Bima
terpaksa mengakui politik monopoli dagang Belanda. Campur tangan Kumala Bumi Partiga terpaksa
dilakukan untuk menyelematkan Bima sekaligus Makassar.
Berkat usaha itulah hubungan Bima dengan Makassar
dapat diperbaiki kembali.
Pembangkangan
Kumala Bumi Partiga atas semua kesepakatan yang dibuat menimbulkan kemarahan
Belanda. Penangkapan terhadap Kumala dan
puteranya Amas Madina mulai dilakukan. Pada tanggal 22 Agustus 1766 Amas Madina
terpaksa meninggalkan Makassar
karena usaha-usaha licik Belanda. Dia
menemui ibunya di Bima. Dan pada tahun 1767 Bumi Partiga dan puteranya
Amas Madina ditangkap Residen Belanda dalam sebuah undangan musyawarah yang
memang telah direncanakan oleh Belanda. Bumi Partiga dituduh bekerja sama
dengan Ingriss kemudian ibu dan anak itu dibawa ke Batavia
(Jakarta) dan
akhirnya dibuang ke Sailon Srilangka pada tahun 1795. Dua pahlawan itu memang
telah luput dari pantauan sejarah. Namun perlu diketahui bahwa kiprah dan
perjuangan sungguh berharga bagi tanah dan negeri ini. Karena kemerdekaan yang
kita raih hingga saat ini merupakan buah dari perjuangan dua anak negeri yang
telah menghembuskan nafas terakhirnya di negeri yang jauh yang terletak di
sebelah selatan India
itu. Perlu penelusuran tentang kuburan Kumala Bumi Partiga dan Amas Madina
untuk terus mengungkap benang merah sejarah Bima Dana Mbojo. (alan
malingi)
Post a Comment