f Korban Jakarta - Alan Malingi | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Korban Jakarta

Inilah oleh-oleh pahit yang saya dapatkan dalam kunjungan ke Jakarta awal April 2013. Cerita pahit ini saya jalani ketika mendapatkan surat tugas mendampingi Anggota DPRD Kabupaten Bima NTB yang melakukan study banding ke Kabupaten Serang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang Banten. Tapi nginapnya di Hotel Grand Alya Prapatan Jakarta.
Kamis pagi, 4/4 sekitar pukul 05.45. WIB, saya turun ke loby hotel untuk melihat persiapan sarapan di Resto Hotel tersebut. Karena belum ada persiapan, maka saya melangkah keluar dari hotel untuk sekedar jalan-jalan pagi melihat situasi lengang kota Jakarta. Hal ini memang sudah menjadi kebiasaan saya ketika berkunjung ke mana saja. Jalan-jalan pagi menjadi hobby saya. Di sebuah pertigaan, saya berhenti dan berdiri menatap Tugu Monas. Tiba-tiba datang dua orang yang umurnya sekitar 45 tahun. Mereka menyapa saya.


" Bapak nginap di Hotel Grand Alia ya ? "
" Betul sekali, " Saya jawab singkat sambil tersenyum.
" Kami juga nginap disana, kami dari Kalimantan dan kebetulan ada urusan dinas di sini. Kalo Bapak darimana ? " Tanya salah seorang yang mengaku bernama Firman.
" Saya dari Bima-NTB. "
" O ya, kebetulan sekali pak, bulan depan saya akan dimutasi ke Bima pak. " Kata si Firman.
Lalu kami bertiga bercerita tentang Bima. Saya lebih banyak memaparkan tentang kondisi dan keadaan daerah saya. Mereka menawarkan minum kopi dan teh, tapi saya menolak. Karena perut saya tidak terbiasa minum teh ataupun kopi sebelum sarapan.
" Begini pak Ruslan, Boleh saya minta bantuan Bapak ? Firman memotong cerita saya tentang Bima.
" Apa yang bisa saya bantu ? "
" Ada kolega saya, adiknya Bupati Kutai Kartanegara, beliau ingin membangun usaha SPBU di Pulau Sumbawa, tepatnya antara Bima-Dompu dan Dompu - Sumbawa. Tolong carikan tanah 1 sampai 1,5 Hektar. " Urai Si Firman itu.
Lalu saya menyatakan kesediaan untuk menerima tawaran itu. Karena pikiran saya hanya sederhana yaitu mencarikan tanah di jalur luar kota Bima dan Dompu. Terbayang pula keuntungan yang akan saya raih dari bisnis baru jual beli tanah ini sepulang dari Jakarta. Sejurus kemudian, lelaki yang satu teman si Firman(Nggak Tau namanya)  menelpon seseorang yang katanya Pak Haji adiknya Bupati Kutai Kartanegara.   Sepertinya Mereka berbincang dalam bahasa Kalimantan. Lalu, dia menyerahkan HP nya ke saya dan saya pun berbicara dengan orang yang mereka sebut dengan adiknya Bupati Kukar itu.  Seperti halnya pembicaraan saya dengan pak Firman, Pak Haji itu juga meminta bantuan saya untuk mencarikan tanah untuk pembangunan SPBU.
Usai menerima telpon Pak Haji itu, datanglah salah seorang yang mengaku sebagai kapten Kapal Pesiar Asal Brunai Darussalam. Dia ingin sekali pergi sekedar foto-foto di Ancol. Lalu dia menunjukkan Identity Cardnya dan meminta kami bertiga untuk mengantarkannya. Dia menceritakan bahwa kemarin sore dia ditipu sopir Taxi ke Ragunan dengan mengeluarkan uang sewa Taxi sebesar 2 juta rupiah. Sambil menunjukkan dua puluh lembar uang seratus ribuan dari tas kecilnya. Orang Brunai itu mengiming-imingi kami dengan memberikan BlackBerry Torce masing-masing 1 unit dari dalam tasnya.
Saya agak tergiur dengan tawaran itu. Tapi kembali saya berpikir bahwa Jam 7 saya harus berangkat bersama rombongan ke Kabupaten Serang Banten. Sementara jam di tangan saya menunjukkan pukul 6.10 Menit waktu Jakarta. Mereka terus mengajak dan membujuk saya. Tapi saya tetap menolak. Selang beberapa menit, datanglah sebuah mobil Afanza hitam (Lupa Nomor platnya). Di setir Mobil itu tampak seseorang kira-kira umurnya sekitar 50 tahun, agak gemuk, pendek, rambutnya agak botak, berpakaian kaos oblong,dan celana pendek.
" Lha, kebetulan ini Pak Ruslan, ini pak haji yang bicara via telpon dengan pak Ruslan tadi. " Firman memperkenalkan orang yang dikatakan sebagai adiknya Bupati Kutai Kertanegara itu kepada saya. Lalu saya bersalaman dengan orang itu, Berbicara tentang tanah untuk SPBU. Lalu saya diajak naik mobil untuk mengantar Orang Brunai tadi ke Ancol. Meski dengan rasa was-was, saya pun naik ke atas mobil itu menuju ke Ancol. Saya duduk di jok depan, sementara orang Brunai, Firman dan temannya itu duduk di jok belakang. Selama perjalanan, kami bercerita tentang peluang usaha SPBU di Bima.
Orang dari Brunai itu mengalihkan, bahwa di kapalnya di Tanjung Periok berupa 100 unit blackBerry asal Brunai yang akan dijual di Indonesia. Adik Bupati Kukar itu beminat membeli. Lalu terjadi tawar menawar di antara mereka. Disepakatilah harga BB itu sebesar 2 juta per unit. Jadi 100 unit itu menjadi 200 juta rupiah. Tibalah kami di Ancol. Kecurigaan saya mulai muncul ketika pintu mobil terkunci.
" Lho, kok pintu mobil terkunci ?
" Saya hanya foto dari dalam mobil aja pak. " Orang Brunai itu menunjukkan foto pintu gerbang Ancol dari BB nya.
Lalu perjalanan dilanjutkan kembali menuju Hotel. Di tengah jalan, Orang Brunai itu ingin mengetahui berapa uang yang ada dalam rekening Adik Bupati Kutai Kartanegara itu. Dia juga ingin transaksi melalui transfer antar rekening dan bukan uang Cash. Dia mengatakan, pembayaran dengan uang cash sangat riskan. " Kebetulan dua hari lagi kapal saya nyandar di pelabuhan Lembar. Saya ingin uang dari Pak Haji ditransfer ke rekening Pak Ruslan.  Nanti saya ambil uangnya di lombok. Karena saya akan jalan-jalan selama 2 pekan di Lombok " sambungnya.
Karena hanya sekedar nomor rekening, saya pun tidak keberatan.Saya memberikan nomor rekening. Beberapa menit kemudian, kami tiba dan mampir di sebuah ATM. Saya diajak masuk ke ATM itu. Di dalam ATM ada saya, Pak Haji, Orang Brunai dan Pak Firman. Pak Haji memasukan kartu ATM BCA nya dan memperlihatkan saldo tabungannya. Mata saya terbelalak melihat saldo tabungannya yang tertera angka 9.900.000.000,-. Lalu Pak Haji itu meminta ATM saya. Awalnya saya menolak, karena untuk apa ATM sedangkan saya sudah memberikan nomor rekening. Tapi mereka terus memaksa. Disitu lah mulai saya merasakan ketidakberesan dan modus penipuan, hipnotis dan pemaksaan yang terjadi pada diri saya. Saya memasukan ATM BNI dan sengaja mengetik nomor PIN yang salah sebanyak 2 kali. Kemudian mereka meminta lagi ATM Bank NTB saya, dan saya ketik PIN yang benar karena saldonya hanya 94.000. Tapi mereka ngotot meminta ATM BNI saya untuk melihat saldo saja. Lalu saya pun ditodong dengan pistol di perut saya dan terpaksa saya memasukan ATM BNI dan mengetik PIN secara benar. Terteralah saldo sebesar 5 juta rupiah. Mereka mengembalikan ATM saya. Kami pun kembali naik mobil menuju Hotel Grand Alia.
Dalam mobil saya sudah tidak ingat apa-apa lagi. Saya pun menuruti apa yang mereka perintahkan. ATM saya ditukar dan diutak atik. uang dalam dompet saya diambil sebesar Rp.800.000,- Mereka menyisahkan Rp.65.000.-. Saya diantar kembali ke tempat saya naik mobil tadi. Sekembali dari hotel, saya dalam keadaan bingung. Sejam kemudian baru saya sadar dan menelpon istri saya di Bima untuk memblokir rekening BNI. Namun telat, uang 5 juta dalam ATM itu raib.
Inilah pengalaman pahit sekaligus pelajaran bagi saya dan semua yang membaca tulisan ini. Hikmahnya adalah agar kita tidak gampang tergiur dan gampang diajak orang yang baru kita kenal. Apalagi di kota sebesar Jakarta. Sadar maupun tidak sadar, saya telah menjadi korban Jakarta, entah yang diurutan keberapa. Tapi saya masih bersyukur, nyawa saya belum diijinkan melayang. Allah masih melindungi saya. " Untung Bapak tidak dibunuh dan dibawa ke tempat yang jauh. " Kata salah seorang anggota Polisi yang kebetulan berasal dari Bima yang menemui saya di hotel malam harinya. Sekali lagi, inilah pelajaran berharga yang tidak akan mungkin saya ulangi lagi.  

1 komentar

Unknown mengatakan...

kalembo ade bang alan,,ede mpa ra pahu na mori aka jkt,,insya Allah wara mpa di cepe ba Ruma ma ncewi ra ore,,

Diberdayakan oleh Blogger.