17 Tahapan Pernikahan Adat Bima
Bagi
semua orang tua, akan merasa berbahagia bila bisa melaksanakan sunah Rasul yang
menganjurkan muslim dewasa untuk menikah. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan
bila pelaksanaan nikah diawali serta diakhiri dengan berbagai upacara adat sebagai
luapan rasa bahagia dan syukur kehadapan Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT.
Bagi
masyarakat Bima-Dompu, upacara nika ro
neku, merupakan upacara daur hidup yang sangat menentukan masa depan putra –
putri mereka. Keluarga, sanak saudara, karib kerabat, dan warga terlibat dalam
upacara ini. Karena itu upacara Nika ro neku termasuk “ Rawi Rasa” ( upacara
yang harus melibatkan seluruh warga kampung).
.Ada
17 proses kegiatan yang berkaitan dengan pernikahan dalam kebiasaan masyarakat
Bima Dompu. Apa sajakah rangkaian prosesi itu ?
11. La
Lose Ro La Ludi (Kunjungan Rahasia)
Upaya
yang dilakukan oleh pihak orang tua untuk mencari jodoh putranya hanya
diketahui oleh keluarga dekat. Hal ini masih bersifat rahasia dan Belum diumumkan
kepda seluruh keluarga dan handai tolan. Karena itu kegiatan ini disebut “ La lose ro la ludi” atau kegiatan
yang hanya diketahui oleh keluarga dekat. Kadang - kadang kegiatan ini dikenal
dengan istilah “ Nari ro mpida”
karena masih dirahasiakan.
2 2. Katada
Nggahi (Mengikrar Kata Hati )
S
Setelah mendapat kepastian bahwa gadis tersebut
belum dilamar atau menjadi tunangan pemuda lain, maka pihak keluarga pemuda
akan melakukan kunjungan yang kedua ke rumah orang tua gadis sebagai tindak lanjut dari la lose ro la ludi.
Dalam kunjungan ini pihak orang tua pemuda biasanya akan diwakili oleh seorang
tokoh adat yang disebut” Ompu Panati”
didampingi oleh beberapa orang keluarga dekat. Ompu Panati adalah seorang tokoh
yang dipandang ahli dalam pinang meminang gadis. Dia biasanya juga ahli dalam
berpantun dan bersyair.
33. Pita
Nggahi.
Guna
meningkatkan hubungan baik antara keluarga, maka kedua keluarga terus
meningkatkan kegiatan silaturahim. Kegiatan yang dilakukan oleh kedua keluarga
tersebut dinamakan “Pita Nggahi” ( mengulang kata) dalam pengertian memepererat
hubungan kekeluargaan antara kedua keluarga.
44. Wa’a
Mama Dan Sarau
Secara harfiah wa’a sarau artinya mengantar atau
membawa sarau (Camping) yaitu sejenis topi tradisional Bima-Dompu yang dibuat
dari anyaman bambu. Upacara wa’a sarau hampir sama dengan upacara wa’a mama.
Dilaksanakan pada musim tanam( oru mura). Barang – barang yang diantar adalah
sarau dan berbagai jenis kue tradisional dan umbi – umbian serta buah – buahan
dari kebun pemuda
55. Ngge’e nuru
66. Mbolo
Ro Dampa,
Bila ngge’e nuru telah berjalan mulus, maka orang
tua dan keluarga dua belah pihak akan mengadakan "Mbolo ro dampa” (musyawarah) untuk menentukan hari dan bulan
yang baik untuk pelaksanaan nikah. Jumlah atau besar kecilnya mahar serta
persyaratan lainnya semua diputuskan dalam mbolo ra dampa.
77. Nggempe,
Setelah
hari pernikahan diputuskan bersama, maka calon penganten putri harus melakukan
ketentuan adat yang disebut “nggempe”.
Pada tahapan ini calon penganten perempuan tidak leluasa lagi meninggalkan rumah
untuk bergaul dengan teman – teman sebaya. Ia harus berada di pamoka (loteng)
didampingi oleh seorang tokoh adat perempuan sebagai “Ina ruka” (inang pengasuh) bertugas untuk membimbing dan
menasehati calon penganten. Selama nggempe calon penganten akan ditemani oleh
beberapa teman gadis sehingga tidak merasa kesepian.
88. Wa’a Masa Nika,
Rombongan pengantar mahar (dende
wa’a co’i) akan dimeriahkan dengan atrasi kesenian Jiki Hadra (jikir hadrah)
diiringi musik Arubana (rebana). Setibanya di rumah calon penganten putri akan
disambut dengan tarian wura bongi monca (tari menabur beras kuning) dan atrasi
mpa’a sila, gantao dan buja kadanda.
99. Kalondo
Wei,
110. Upacara Kapanca,
Setelah
calon penganten putri bersama rombongan tiba di Uma Ruka, maka akan dilanjutkan
dengan upacara kapanca (penempelan inai). Upacara kapanca atau penenpelan inai
di atas telapak tangan calon penganten putri dilakukan oleh para tokoh adat
perempuan. Dilakukan secara bergilir diiringi dengan lantunan jiki kapanca
(jikir kapanca) tanpa iringan musik. Syair jikir berisi pujian atas kebesaran
dan kemuuliaan Allah dan Rasul.
111. Weha
Nggahi
Sebelum
prosesi Akad Nikah, calon penganten puteri meminta ijin kepada orang tuanya
untuk menikah. Prosesi ini berlangsung di Uma Ruka, atau di tempat tidur yang
sudah dirias. Inilah proses Weha Nggahi atau meminta restu ayah bunda sebelum
menikah. Didampingi oleh penghulu, calon penganten puteri bersujud dan mencium
tangan ayah bundayanya. Lalu memohon ijin kepada ayahnya.
“
Ayah, ijinkan saya menikah dengan Si Fulan. Maafkan atas segala kesalahan dan
khilaf selama ini.”
“
Baiklah anakku, Aku ijinkan engkau menjadi istri Si Fulan. Semoga kalian
mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat. “
Terkadang
prosesi ini mengharukan. Banyak orang-orang yang sempat menyaksikannya berurai
air mata. Karena prosesi ini tidak sekedar meminta ijin orang tua, tapi
memiliki makna yang luas, karena nikah adalah perjalanan mengarungi bahtera
yang terbentang penuh tantangan.
112. Lafa,
Lafa atau Akad nikah merupakan acara
kunci dalam pernikahan. Pada intinya akad nikah adalah upacara keagamaan untuk
pernikahan antara dua insan manusia. Melalui akad nikah, maka hubungan antara
dua insan yang saling bersepakat untuk berumah tangga diresmikan di hadapan
manusia dan Tuhan.
113. Hengga
Dindi Dan Kelambu
Penganten
pria bersama sara hukum didampingi ompu tua(Orang Yang Dituakan) dan ompu
panati akan melaksnakan satu upacara adat yang dilaksanakan setelah upacara
lafa yaitu Hengga Dindi dan Hengga
Kelambu. Secara harfiah “hengga dindi” berari “buka tabir”, atau hengga
kalambu berarti “buka kelambuSebelum
masuk ke kamar bunti siwe, bunti mone (penganten laki – laki) bersama pendamping
berdiri di luar “dinding satampa” (tabir pemisah). Di bagian dalam dindi
satampa ada Ina ruka (inang pengasuh) bersama istri lebe, istri galara dan
tokoh adat perempuan. Upacara di mulai oleh pihak bunti mone diwakili oleh ompu
panati. Diawali dengan shalawat dan salam, ompu panati penyampaikan syair dan
pantun.Sambil
melemparkan beberapa keping uang perak ke dalam tabir. Setelah lemparan ketiga,
akhirnya ina ruka membuka dindi satampa( Tabir pembatas). Dengan
mempersembahkan puji syukur kepada Allah SWT, disusul dengan bacaan basmallah,
akhirnya bunti mone bersama gelara dan lebe didampingi ompu panati dan keluarga
memasuki kamar bunti siwe.Sesudah
berada di dalam kamar, bunti mone melaksanakan shalat sunat dua rakaat untuk memohon
kehadapan Allah AWT, agar mahligai rumah tangga selalu mendapat rahmat dan
hidayah-Nya.
114. Nenggu
atau Persembahan kesetiaan,
Kini tiba saatnya bunti mone untuk melangkah
mendekati bunti siwe guna melaksanakan upacara nenggu, yaitu mempersembahkan jungge ke sanggul sang bunti siwe
tercinta. Upacara ini kadang – kadang disebut upacara cepe jenggu.Bunti mone mengawali upacara dengan mempersembahkan
sekuntum jungge kala( Sanggul Merah)
sebagai isyarat bahwa bunti mone seorang gagah berani, namun jungge kala lambang keberanian dibantik
oleh bunti siwe.
Kini bunti mone mempersembahkan jungge monca (Sanggul Kuning) kepada
sang istri tercinta bunti siwe. Namun apa hendak dikata, jungge monca lambang kejayaan juga ditolak oleh bunti siwe. Bunti
mone tidak putus asa, di tangan masih ada sekuntum jungge bura(Sanggul Putih) sebagai lambang keikhlasan hati dalam
membina mahligai rumah tangga. Penyerahan jungge bura(Sanggul Putih) disambut
gembira oleh bunti siwe. Jungge bura
sebagai simbul keikhlasan lebih utama dari sekuntum bunga merah dan kuning.
Karena
keberanian tanpa keikhlasan akan menimbulkan petaka bagi keluarga. Kejayaan
diraih dengan hasat dengki tidak akan berguna. Semua perjuangan tanpa kesucian
akan sia – sia.
115. Boho Oi Ndeu,
Acara
Boho Oi Ndeu (Siraman) disebut juga Elo Rawi. Elo Rawi terdiri dari kata “elo” dan “rawi”. Elo
berarti ekor atau akhir, sedangkan “rawi” berarti pekerjaan, dalam hal ini
berarti “upacara”. Pengertian Elo Rawi dalam upacara adat Bima-Dompu adalah
upacara adat yang mengakhiri seluruh rangkain upacara adat tersebut.
Boho
oi ndeu adalah upacara memandikan penganten, dilakukan oleh ina ruka dan
disaksikan oleh kaum ibu. Berlangsung pagi hari jam 09.00. karena itu upacara
ini di namakan “boho oi ndeu” atau menyiram air mandi. Pada upacara boho oi
ndeu, kedua penganten berdiri di atas “tampe
dan lihu” (dua jenis alat tenun
tradisional), kedauanya berdiri menghadap kiblat. Badan mereka disatukan dengan
ikatan “ero lanta” (benang putih).
Kemudian di sekitar penganten dinyalakan lampu lilin.
116. Ngaha Nggula,
Sesudah upacara boho oi ndeu, maka dilanjutkan
dengan upacara adat yang di kenal dengan “Ngaha
Nggula”. Sebenarnya upacara ini merupakan upacara do’a yang dihadiri oleh
gelara, lebe dan para tokoh agama dan adat beserta sanak saudara.Dalam upacara ini para undangan akan menikmati
makanan khas Mbojo yaitu “Mangge Mada”. Mangge
mada sejenis lauk pauk yang dibuat dari isi perut kambing atau kerbau, yang di
cincang halus. Kemudian dicampur dengan santan kelapa, diberi bumbu “ringa” (wijen) dan bumbu khas Mbojo
yang lain.
117. Pamaco.
Post a Comment