f Seruling Sendu Kapal Bonteku - Alan Malingi | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Seruling Sendu Kapal Bonteku

Kapal Bonteku di Teluk Bima pada tahun 1923 ( Foto Mbojoklopedia) 
Kamis, tanggal  11 Mei 1951 Kapal “ Bonteku “ membentangkan layar dari pelabuhan Bima menuju Jakarta. Bunyi serulingnya mengusik ketenangan malam di teluk Bima yang indah, tenang dan damai. Isak tangis mengiringi sendunya bunyi seruling Bonteku yang membawa Sultan Muhammad Salahuddin dan keluarganya untuk berobat lanjut ke Jakarta. Perlahan tapi pasti Bonteku meninggalkan Asa Kota yang indah, seindah kenangan yang pernah tercipta bersama rakyat dan negeri yang dicintainya.

Seminggu kemudian, Sultan Muhammad Salahuddin tiba di Jakarta dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Cikini. Dua bulan lamanya Sultan yang dijuluki Ma Ka Kidi Agama ini dirawat. Karena menjelang Idul Fitri, Sultan diijinkan untuk keluar dari Rumah Sakit Cikini dan menginap di Hotel Des Indes. Tapi diluar dugaan, kesehatan Sultan kembali memburuk. Pada tanggal 11 Juli 1951 dengan wajah tenang dan dihiasi senyum Sultan Muhammad Salahuddin kembali kehadirat Allah SWT.

Kabar kematian Sultan Muhammad Salahuddin tersiar ke se antero Jakarta dan sampai ke Istana Negara. Presiden Soekarno langsung memerintahkan dua pejabat tinggi Negara dan tokoh Ummat KH. H. Agus Salim dan Moh. Natsir untuk menyampaikan rasa duka cita kepada keluarga dan menjemput Jenazah untuk disemayamkan di Gedung Proklamasi( Gedung Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta). Kenapa disemayamkan disana ?  Karena Soekarno- Hatta sangat menghormati jasa-jasa Sultan Muhammad Salahuddin yang bersedia menurunkan Bendera Kerajaan Bima dan mengibarkan Merah Putih sebagai tanda bahwa Kesultanan Bima adalah salah satu  kesultanan di Republik Indonesia yang menyatakan berdiri di belakang Republik Indonesia. Hal itu diperkuat dengan maklumat Sultan Muhammad Salahuddin  pada tanggal 22 Nopember 1945 yang berisi 4 point dan pada point pertama menyatakan sebagai berikut “ Pemerintah Kerajaan Bima, suatu daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia yang berdiri di belakang Pemerintah Republik Indonesia. “

Kapal yang mengisi bahan bakar di Pulau Kambing 
Keesokan harinya atas permintaan keluarga, Sultan Muhammad Salahuddin dimakamkan di pemakaman Karet Tanah Abang Jakarta. Seiring dengan meninggalnya Sultan Muhammad Salahuddin, matahari kebesaran kerajaan dan kesultanan Bima pun terus redup dan padam hingga saat ini. Lebih kurang 322 Tahun Kesultanan Bima memegang peranan penting dalam percaturan sejarah dan budaya Nusantara. Dia bagai mercusuar di atas lautan hindia. Masa kesultanan Bima berakhir kemudian beralih menjadi daerah Swapraja kemudian menjadi daerah swatantra dan menjadi daerah Kabupaten. Rupanya seruling Sendu Kapal Bonteku yang berbunyi tiga kali itu memberi isyarat bahwa sultan Muhammad Salahuddin dan Kesultanan Bima harus berakhir karena sejarah itu sendiri.

Penulis : Alan Malingi
Sumber : M.Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.