f Kapan Masyarakat Bima Mengenal Sawah ? - Alan Malingi | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Kapan Masyarakat Bima Mengenal Sawah ?

 


Sebelum era kerajaan, Bima telah mengalami fase panjang perjalanan sejarah yaitu zaman Naka dan Ncuhi. Di kedua era ini, masyarakat Bima masih cenderung nomaden dengan sistim perladangan berpindah pindah. Meskipun di era Ncuhi mereka telah memulai sistim perladangan dengan cara menetap di bawah pimpinan para Ncuhi. 
 
 
Di era kerajaan pun masyarakat Bima pada awalnya belum mengenal sistim pertanian dengan pola sawah dan irigasi yang teratur. Abad ke 15 menjadi momentum penting bagi kemajuan kerajaan Bima. Raja Manggampo Donggo dengan perdana menteri Bilmanan yang visioner, memulai tapak baru sejarah dan sekaligus menjadikan Bima sebagai "mutiara dari selatan ". Kenapa demikian? Karena pada era itu sistim politik dan pemerintahan disempurnakan, angkatan perang dan angkatan laut kerajaan diperkuat. Ekonomi dan perdagangan maju dan menjadikan Bima sebagai gudang beras dari selatan.Wilayah kerajaan diperluas hingga ke alor dan solor berkat kehebatan La Mbila dan La Ara sehingga dikenal dengan La Mbila Ma Kapiri Solor.
 
Kemajuan ekonomi Bima berawal dari ide brilian Bilmana untuk menggagas satu proyek besar yaitu Pencetakan Sawah Baru dan Ruhu. Hutan belantara di tanah tanah datar dan lembah dijadikan sawah.Proses pencetakan sawah dilakukan dengan sistim Karawi Kaboju( gotong Royong). Rakyat di sekitar hutan dan lembah dilibatkan.Sawah yang dicetak itu sebagian untuk kerajaan dan sebagjan diberikan kepada rakyat. Sawah untuk kerjaaan dikenal dengan sawah hadat yang hasilnya digunakan untuk menggaji pejabat kerajaan. 
 
Ruhu adalah tanah datar di lereng gunung dan perbukitan yang hanya diperuntukkan bagi tempat berburu raja yang saat ini dikenal dengan hutan lindung( Abdullah Tayib, BA, 93). Untuk menjaga Ruhu ditunjuk pejabat kerajaan yang dikenal dengan Nenti Mpori semacan petugas jaga hutan di era sekarang.
 
Sawah yang baru dicetak tentunya harus didukung oleh sistim irigasi yang baik. Maka dibangunlah Bendungan sederhana yang dikenal dengan Raba Sasa yaitu bendungan sederhana dimana sungai dibendung dengan batu kali dan kayu kemudian dialirkan ke setiap sawah. Petugas yang mengalirkan air secara begiliran ke sawah disebut Panggawa. Di setiap hamparan persawahan ditunjuk salah seorang yang mengepalai para petani yang dikenal dengan Ompu So atau Nenti So. Mereka adalah semacam ketua kelompok tani di era sekarang.]
 
Kebijakan sawah baru dan sistim irigasi dimana masyarakat Bima mulai mengenal bajak, memanfaatkan kerbau menarik bajak, sistim so dan panggawa merupakan buah dari transfer ilmu, tehnologi dan kebudayaan dari kerajaan kerajaan lain seperti Jawa, Gowa dan lainnya. Jalur perdagangan Bima melintasi Jawa di barat, Gowa dan sekitarnya, Maluku hingga ke bandar Internasional Malaka, membawa pengaruh besar bagi kemajuan ilmu dan tehnologi kala itu.
Beriringan dengan pencetakan sawah baru, ilmu astronomi juga berkembang di masyarakat Bima terutama yang berkaitan dengan sistim pertanian. Masyarakat mengetahui rasi bintang Orion atau bajak dengan apa yang dikenal dengan Fumpu dan Nggala, wura lima dan banyak lagi pengetahuan tradisional masyakarat Bima di bidang etno astronomi. 
 
Jika ditelisik dari uraian di atas, masyarakat Bima mulai mengenal sawah pada abad ke 15 di masa pemerintahan Raja Manggampo Donggo dan Perdana Menteri Bilmana. Melalui kebijakan cetak sawah dan Ruhu, Bima menjadi kerajaan agraris sekaligus maritim yang berpengaruh di pentas sejarah. 
 
Sumber :
1. Abdullah Tayib.BA Sejarah Bima Dana Mbojo
2.M.Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara.
 
Foto : Indikator Bima 

Diberdayakan oleh Blogger.