f Bertahan Di Tengah Gempuran Produk Impor - Alan Malingi | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Bertahan Di Tengah Gempuran Produk Impor



Tiga perempuan tua ini adalah Saimah (60 Thn), Fatimah (57 Thn) dan Badriah( 60 Thn). Ketiganya adalah warga dusun Nggarolo kelurahan Penanae Kota Bima. Setiap hari mereka menjual parang, pisau, tembilang, sabit dan senjata tradisional Bima di emperan Toko di depan Hotel Marina Kota Bima. Sudah lebih dari 20 tahun tiga wanita ini menjalani profesi ini. Tidak ada pilihan lain bagi mereka untuk menghidupi keluarganya sekaligus membantu sang suami yang berprofesi sebagai pengrajin berbagai jenis senjata tradisional dan peralatan dapur, hanya dengan menjual produk-produk local ini di tengah gempuran produk impor serupa di berbagai Toko dan Mini Market di kota Bima.


Ketika ditemui pada Selasa(1/1/2013), Saimah menuturkan bahwa setiap hari hanya satu atau dua parang yang laku. Satu buah parang dijual seharga Rp.50.000,-.” Tapi syukur Alhamdulillah, tetap saja ada pembeli meskipun hanya satu atau dua parang. “ Urai Saimah. Lain lagi dengan Fatimah, dirinya hanya menjual pisau dapur. Dan setiap hari pisaunya bias laku sempai 5 buah. “ Satu buah pisau saya jual antara Rp.15.000 hingga Rp.20.000,-.” Urai Fatimah. Sementara itu, Badriah yang spesialis menjual tembilang dan sabit mengaku bahwa jualannya jarang diminati pembeli. “ Paling yang sering   beli sabit dan tembilang itu hanya kusir Benhur dan petani dari pedalaman.” Imbuhnya.
Tiga wanita tua itu berharap agar ada perhatian Pemerintah terhadap mereka dan produknya. Minimal memikirkan sebuah sentra penjualan dan senjata tradisional sebagai warisan budaya sekaligus memberdayakan para pengrajin senjata tradisional Bima.Memang tidak mudah, karena produk-produk import lebih murah  dan banyak dijajakan di took dan mini market di kota Bima. Tetapi kalau diuji kualitasnya, maka produk yang dihasilkan para pengrajin dari Nggarolo ini cukup kuat dan tahan lama.(*alan)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.