f Serabutan - Alan Malingi | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Serabutan



Kata “ Serabutan” identik dengan orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap, misalnya para kuli dan buruh  yang berubah-ubah pekerjaannya setiap hari. Hari ini menjadi kuli bangunan, besok kondektur angkot, lusa duduk nongkrong pinggir jalan dan demikian seterusnya yang dijalani dari hari kehari. Di era reformasi ini, serabutan sudah bukan saja menjadi gelar mereka yang saya sebutkan di atas. Tapi sudah meluas dan melebar kemana-mana bahkan sampai ke level yang elit.

Ada aktivis serabutan dan bahkan politisi serabutan. Seiring bergulirnya reformasi pada tahun 1998, bermunculan aktivis-aktivis bagai jamur di musim hujan. Hal ini dimungkinkan juga dengan pemilu kada langsung, disinilah tempat bernaunngya para aktivis serabutan tuk menjadi  “ Tim Yang Sukses “. Karena meskipun calon yang didukungnya kalah, namun mereka sudah banyak menikmati hasil dari proyek Pemilu Kada di daerah masing-masing. Kelompok ini adalah obyek bagi para elite untuk bermain dan melakukan “ pressure” terhadap lawan politiknya. Apalagi jika sang aktivis lihai berorasi. Maka dia akan terus menjadi “bintang” dalam setiap aksi demonstrasi. Saya punya teman seorang aktivis. Dia sangat lihai berorasi  dan melakukan pendekatan dengan pejabat. Dia juga aktif di berbagai forum. Meski orasinya juga kadang ngawur, tapi dia tetap dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan.
Ada juga politisi serabutan. Mereka adalah para mantan  anggota DPRD yang masih berusia muda dan tidak memiliki pekerjaan tetap lagi. Semua seba tanggung, mau jadi kuli gengsi dong, mau jadi pedagang tidak ada bakat dagang. Satunya-satunya jalan adalah kembali menjadi politisi di luar gedung DPRD. Di era reformasi ini memang telah bermunculan semua yang serabutan.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.