Detik-Detik Jelang Letusan Tambora
Pada zaman dahulu tanah Tambora sangat dikenal di
seantero negeri. Hasil
alamnya melimpah ruah. Berbagai jenis kayu, padi dan palawija, rempah-rempah
buah-buahan, Ikan laut, Kuda dan Rusa serta madu sangat banyak dijumpai di
tanah ini. Letak kerajaan Tambora sangat mudah dilalui oleh kapal-kapal besar
dari berbagai negeri. Pelabuhan alamnya yang indah, tenang dan damai merupakan
mutu manikam bagi para pelaut dan pedagang yang mengarungi Nusantara bagian
timur. Di seberang tanah Tambora terdapat sebuah pulau yang elok permai. Pulau
itu bernama Satonda. Satonda berarti selangkah. Karena letak pulau itu sangat
dekat dengan daratan Tambora.
Di kaki gunung Tambora,
tepatnya di sebelah barat berdiri sebuah kerajaan besar. Kerajaan itu bernama
Tambora. Rajanya bernama Rangga Mandara yang memerintah berdasarkan adat dan
kebiasaan turun temurun dari nenek moyangnya. Kerajaan dan rakyat
Tambora hidup dan dibesarkan dari kekayaan alam negerinya. Sedangkan di sebelah
selatan berdiri kerajaan Pekat. Di sebelah utara sampai ke arah timur berdiri
kerajaan Aga, Cempaka dan Sanggar. Kerajaan-kerajaan itu memiliki batas-batas
wilayah yang telah diatur dan disepakati secara turun temurun dari zaman ke
zaman.
Hampir setiap hari para pelaut dan
pedagang berlabuh di kerajaan Tambora. Ada yang tinggal untuk beberapa saat
lamanya. Ada pula yang tinggal dalam kurun waktu yang lama. Tanpa terasa
kerajaan Tambora menjadi ramai oleh para Pelaut dan Saudagar dari berbagai
negeri.
Pada suatu ketika rakyat
Tambora dikejutkan dengan datangnya beberapa perahu yang mengangkut puluhan
orang yang baru pernah mereka lihat. Pakaian orang-orang itu sangat berbeda
dengan pakaian yang dikenakan para pedagang dan pelaut yang selama ini mereka
lihat. Orang-orang itu berpakaian serba putih dan bersorban. Rata-rata
mereka berjenggot dengan roman muka yang putih bersih.
"
Mohon maaf tuan-tuan, kalau boleh kami tahu dari manakah asal tuan-tuan ?"
Salah seorang pemuka adat menyapa tamu barunya itu.
"
Kami berasal dari negeri yang jauh." Orang-orang itu menjawab singkat.
"
Negeri Yang Jauh ?" Salah seorang warga keheranan.
" Yah.... Kami berasal dari beberapa negeri
dan kerajaan. Tapi sebgian besar dari kami berasal dari tanah Makassar dan
Sumatera. " Orang asing itu menjelaskan asal usul mereka.
"
Apakah gerangan maksud tuan-tuan kemari ?" Pemuka adat itu ingin tahu.
" Kami datang sebagaimana
saudara-saudara kami dari negeri lainnya. Tujuan kami sama dengan mereka yaitu
untuk berdagang." Orang asing itu menjelaskan maksud kedatangannya sambil
menunjukkan barang-barang dagangan mereka.
Orang-orang yang ada di
tepi pantai itu berjubel melihat barang-barang dagangan yang dibawa orang-orang
asing itu. Mereka sangat tertarik menukar hasil bumi Tambora dengan kain-kain
dan perlengkapan bertani, berkebun dan melaut yang dibawa orang-orang itu.
Semakin lama semakin banyaklah orang-orang yang membeli kain-kain yang dibawa
orang-orang berjubah itu dengan cara menukar barang dengan barang.
Ada yang menukar beberapa
ikat padi dengan kain. Ada pula yang menukar dengan binatang seperti Kuda dan
Rusa maupun madu putih dan madu merah. Lama kelamaan mereka saling kenal mengenal
dan semakin akrab. Suasana kekeluargaan menyelimuti kehadiran orang-orang
berjubah itu. Mereka dipersilahkan oleh beberapa warga untuk menginap di
rumah-rumah warga.
Namun ada hal yang unik
yang terus diamati oleh warga dari orang-orang yang berjubah itu. Mereka selalu
mengerjakan ritual ibadah yang sangat berbeda dengan kebiasaan mereka. Sebelum
matahari terbit mereka melakukan ritual ibadah dengan cara bersama-sama dan
dipimpin oleh salah seorang yang tertua di antara mereka. Jika yang di depan berdiri
maka berdirilah rekannya di belakang, demikian pula jika yang di depan ruku dan
sujud serta menengadahkan tangan ke arah langit.
Kebiasaan seperti itu
terus dilakukan oleh orang-orang yang berjubah itu sebanyak lima kali sehari
semalam. Yaitu pada saat sebelum matahari terbit. Siang hari ketika matahari
tegak di atas kepala, sore hari menjelang matahari terbenam di ufuk barat,
setelah matahari terbenam dan pada malam harinya. Dan tidak hanya itu saja
mereka membuka sebuah buku tebal dan melantunkan secara bersama-sama.
Kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh orang-orang berjubah itu mendapat perhatian warga sekitar. Saban
hari mereka terus mengamati kegiatan orang-orang berjubah itu. Ada juga
beberapa di antara warga yang mencoba meniru ketika orang-orang yang berjubah
itu melakukan ritual.
Pada suatu malam, kepala
kampung dan beberapa orang warga mendatangi orang-orang yang berjubah itu.
Mereka ingin menanyakan apakah maksud dari kebiasaan dan ritual ibadah yang
saban hari mereka lakukan.
" Mohon maaf
tuan-tuan, kami pingin sekali mengetahui ajaran apakah gerangan yang sedang
tuan-tuan lakukan ini ? Kepala kampung menemui orang berjubah itu seusai
melakukan kegiatan ibadahnya.
" Oh....
Baiklah tuan-tuan. Dengan senang hati kami menyampaikan kehadapan tuan-tuan.
" Sembari tersenyum salah seorang mempersilahkan orang-orang itu untuk
bergabung dengan mereka.
"
Apakah yang dilakukan tuan-tuan ini agama baru ?" Salah seorang pemuda
penasaran.
"
Betul sekali anak muda. " Salah seorang yang memperbaiki sorbannya
menjawab. " Agama kami bernama Islam. Kami menyembah hanya kepada Allah
SWT, tuhan bagi seru sekalian alam. Agama Islam telah lama berkembang di
zazirah Arab dan bahkan sampai ke Eropa.
" Siapa yang pertama kali membawa
agama ini kepada tuan-tuan ?" Kepala Kampung dengan roman muka yang
serius kembali bertanya.
"
Ceritanya panjang tuan. Allah SWT menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi dan
Rasul sebagai pembawa risalah-Nya. Nabi
terakhir yang menyempurnakan agama ini adalah Baginda Nabi Muhammad
Salallahu Alaihihawassalam yang selanjutnya disebarluaskan oleh para sahabat
dan pengikut setianya hingga saat ini. " Kepala kampung dan anggotanya
manggut-manggut.
"
Berarti apa yang kami lakukan selama ini dengan menyembah batu, menyimpan sesajian
di pohon-pohon besar itu salah dan
bertentangan dengan ajaran tuan-tuan." Kepala kampung menjelaskan
ajaran-ajaran neneka moyangnya.
"
Betul sekali tuan-tuan. Kami juga menganut ajaran yang hampir sama dengan
tuan-tuan sebelum memeluk Islam. Orang-orang di zazirah Arabpun dulunya
menjalankan ajaran nenek moyangnya. Kami pun sadar bahwa benda-benda, roh-roh
yang kami agungkan dulu hanyalah ciptaan Allah SWT yang maha pencipta, maha
kuasa, maha pengasih dan maha penyayang. "
"
Seluruh isi alam ini adalah ciptaan-Nya dan tidak ada yang serupa dengan Dia.
" Orang-orang yang berjubah itu serentak menambahkan dan memberikan
penjelasan.
Kepala
Kampung dan anggotanya hanya terdiam. Tampaknya apa yang dijelaskan orang-orang
yang berjubah itu masuk di akal mereka.
"
Maukah tuan-tuan mengikuti ajaran kami ?" Salah seorang yang berjubah itu
mengajak sambil tersenyum.
"
Apa syarat-syaratnya tuan ?" Kepala kampung tambah penasaran.
"
Hanya dengan mengucapkan Dua Kalimat Syahadat sebagai sebuah ikrar yang tulus
bahwa tuan-tuan bersaksi bahwa Tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
adalah Utusan-Nya. "
"
Hanya itu saja ?" Salah seorang pemuda langsung menyambut persyaratan yang
menurut mereka amat mudah untuk dilakukan.
"
Syarat-sayarat lainnya ?" Kepala Kampung menyambung pertanyaan anak muda
tadi.
"
Amar Ma'ruf Nahi Mungkar."
"
Apa maksudnya tuan ?"
"
Berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran. Melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul serta menjauhi
larangan-larangannnya."
" Apa yang
harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan ?"
"
Mengerjakan shalat seperti yang saban hari kami lakukan, mengeluarkan zakat,
melaksanakan puasa, saling tolong menolong dalam kebaikan, mengerjakan haji ke
tanah suci Mekkah apabila mampu. "
"
Lalu yang dilarang itu apa saja ?"
"
Berzina, berjudi, minum-minuman yang memabukkan, menyembah berhala dan yang
diingat adalah kita harus memakan dan minum makanan-makanan yang halal menurut
islam. "
"
Apakah makanan-makanan yang halal menurut Islam ?"
"
Hampir semua makanan yang ada di kerajaan Tambora ini halal untuk dimakan. Tapi
mohon maaf tuan-tuan. Ada
beberapa binatang yang tidak boleh dimakan dan dilarang dalam islam."
"
Contohnya apa tuan-tuan ?"
"
Babi dan Anjing sangat dilarang. Sementara kebiasaan tuan-tuan di sini memakan
daging-daging binatang itu. " Pimpinan orang-orang yang berjubah itu
dengan tegas menjelaskan bahwa Babi dan Anjing itu dilarang.
"
Dan setiap binatang buruan seperti Rusa, kambing, kerbau, Sapi, ayam, bebek dan
itik harus disembelih dengan menyebut nama Allah. Setiap kita memulai kegiatan
apa saja harus dengan membaca Bismillahirrahmanirrahim( Dengan Menyebut Nama
Allah)."
"
Kalau begitu kami telah sepakat dan semufakat untuk masuk dan bergabung dengan
agama tuan-tuan. Kami tidak akan lagi memakan daging babi dan anjing. "
Malam
itu juga kepala kampung dan beberapa pemuda secara resmi memeluk Islam. Mereka
mengucapkan dua kalimat syahadat yang dituntun orang-orang-orang berjubah itu.
Waktu
terus bergulir. Kian lama masyarakat Tambora terutama yang tinggal di wilayah
pesisir memeluk agama Islam. Pimpinan orang-orang yang berjubah itu mereka
panggil dengan nama Kiyai Saleh.
Demikian pula anggota-anggotanya dipanggil pula dengan nama Kiyai. Yang
bernama Anwar dipanggil Kiyai Anwar. Yang bernama Amin dipanggil dengan nama
Kiyai Amin. Begitu juga dengan yang lainnya.
Pengikut
ajaran Kiyai Saleh semakin banyak. Mereka sepakat secara bergotong royong
membangun tempat ibadah. Namun ada pula yang tidak setuju dan tidak sejalan
dengan ajaran Kiyai Saleh. Mereka adalah orang-orang yang merasa sangat sulit
untuk melupakan dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama seperti menyembah
batu, pohon-pohon besar dan memakan daging anjing dan babi.
Bagi mereka ajaran Kiyai Saleh sangat
membatasi gerak gerik mereka. Sehingga mereka pun sepakat untuk menolak ajaran
itu. Dengan berbagai cara mereka menghalang-halangi rekan-rekannya yang ingin
menemui Kiyai Saleh untuk memeluk agama Islam.
Hingga pada suatu hari
mereka menghadap Raja Rangga Mandara untuk mengemukakan kekhawatiran mereka.
" Ampun beribu ampun
Baginda, Kegiatan ibadah yang dilakukan Kiyai Saleh sangat meresahkan."
" Tidak hanya itu
saja Baginda. Ajaran Kiyai Saleh melarang memakan Babi dan Anjing."
Warga lain menyambung.
" Wah.... Berbahaya
Baginda. Masa Makanan yang enak-enak dilarang." Salah seorang
pejabat kerajaan terus memancing suasana.
"
Apa benar yang kalian omongkan itu ?" Raja Rangga Mandara bertanya balik.
" Ampun beribu
ampun baginda, apa yang kami kemukakan itu tidak berbeda dengan dengan yang
kami lihat. " Warga itu terus meyakinkan rajanya.
"
Baiklah. Kalau begitu panggil Kiyai Saleh untuk menghadap. " Demikian
titah Raja Rangga Mandara.
Beberapa
hari kemudian Kiyai Saleh ditemani beberapa pengikutnya dan warga yang baru
saja memeluk Islam menghadap Istana Kerajaan Tambora. Di sebuah tempat yang
telah disiapkan, Raja Rangga Mandara didampingi para pejabat kerajaan menjamu
Tamunya itu.
"
Silahkan duduk. Cicipilah buah-buahan dan makanan khas Tambora." Raja Rangga
Mandara mempersilahkan Rombongan Kiyai Saleh untuk mencicipi berbagai jenis
buah-buahan dan kue-kue yang telah disajikan di atas hamparan permadani yang
bersih, wangi dan indah.
"
Terima kasih Baginda. Syukur Alhamdulillah, karena baru pada hari ini kami
dapat bertatap muka sekaligus bersilaturahim dengan Baginda. Semoga Allah SWT
selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada baginda dan seluruh rakyat
Tambora ini. " Demikian Doa Kiyai Saleh mengawali pembicaraan dengan Raja
Rangga Mandara.
"
Terima kasih atas untaian doa yang disampaikan tuan Kiyai. Meskipun kata dan
kalimat itu masih sangat asing di telinga saya." Sambut Raja Rangga
Mandara atas doa Kiyai Saleh.
"
Sudah menjadi kewajiban kami untuk mendoakan manusia dan seisi alam ini. Karena
Agama Islam yang kami anut adalah agama yang rahmatan lil alamin." Kiyai
Saleh menambahkan sambil memperkenalkan ajaran Islam keapda Raja Rangga Mandara.
Sejenak
suasana hening. Raja Rangga Mandara dan pejabat kerajaan kembali mempersilahkan
Kiyai Saleh untuk mencicipi buah-buahan dan makanan yang berada di hadapan
mereka. Mereka sama-sama menyantap makanan itu.
"
Saya mendapat laporan dari para pejabat kerajaan dan warga bahwa agama Tuan
Kiyai mengharamkan Babi dan Anjing. Apa benar tuan ?" Raja Rangga Mandara
bertanya kepada Kiyai Saleh sambil mencicipi sepotong kue.
"
Betul sekali Baginda. Dalam ajaran agama Islam daging Babi dan Anjing itu
dilarang."
"
Kenapa ?" Raja Rangga Mandara mengerutkan keningnya.
"
Disamping melanggar ketentuan dan syari'at yang telah digariskan oleh Allah SWT
juga tidak baik bagi tubuh kita. " Kiyai Saleh menjelaskan.
"
Tapi daging-daging itu enak dan selama ini tidak ada rakyat di kerajaan ini
yang sakit karena makan daging Babi dan Anjing."
Peryataan
Raja Rangga Mandara itu disambut dengan gerutu para pejabat kerajaan yang tidak
setuju dengan penjelasan Kiyai Saleh yang mengharamkan daging Babi dan Anjing
kesukaan mereka.
"
Itulah ketentuan Islam Baginda. Allah SWT telah menciptakan alam dan segala
isinya untuk manusia. Tapi ada ketentuan-ketentuan yang dilarang-Nya. Semua itu
demi kebaikan dan kemaslahatan Ummat manusia. Dengan setengah berdakwah Kiyai
Saleh membalas gemuruh gerutu para pejabat kerajaan itu.
Pertemuan
itu tidak menghasilkan apa-apa. Kiyai Saleh dan pengikutnya pamit karena tidak
tahan mendengar ucapan-ucapan serta sindiran yang disampaikan para pejabat
kerajaan. Namun meski demikian Raja
Rangga Mandara mengantar tamunya itu sampai ke pelataran Istana.
Sepeninggal Kiyai Saleh,
Raja Rangga Mandara duduk menyendiri di dalam kamarnya. Sepertinya ia
tertarik dengan ajaran dan kata-kata Kiyai Saleh. Satu persatu ucapan Kiyai itu
diingatnya. Sementara seiring waktu bergulir, pengikut ajaran Kiyai Saleh
semakin bertambah. Berhari-hari
lamanya Raja Rangga Mandara larut dalam pemikiran dan pertimbangan. Hingga ia
harus berembuk dengan para pejabat kerajaan dan pembantu-pembantunya.
" Mohon ampun
Baginda, tidak baik kita meninggalkan ajaran nenek moyang kita hanya karena
ajaran baru yang dibawa Kiyai Saleh itu. " Salah seorang pejabat kerajaan
memberikan pertimbangan.
" Betul sekali baginda,
apalagi ajaran itu justru melarang memakan daging anjing yang menjadi
kesenangan baginda dan kita semua. " Pejabat lain mendukung. Rupanya
mereka tidak rela rajanya mengikuti ajaran Kiyai Saleh.
" Begini saja
baginda. " Salah seorang yang baru bergabung dalam rapat itu mendekat ke
arah Raja Rangga Mandara.
" Apa yang
ingin kau usulkan ?" Raja Rangga Mandara ingin sekali tahu usulan
pejabatnya yang satu ini. Karena kelihatannya ada hal penting yang ingin
disampaikannnya.
Lalu
orang itu mendekat ke arah telinga Rajanya. Dia membisikkan sesuatu. Lalu Raja
Rangga Mandara menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju atas usulan yang
dibisikkan itu.
"
Baiklah. Kita adakan kenduri besar-besaran.
Undang Kiyai Saleh beserta pengikutnya….!
"
Kenduri......... ? " Para pejabat
kerajaan menyambut rencana rajanya dengan roman muka kegembiraan.
"
Yah.... Siapkan binatang-binatang buruan seperti rusa, kerbau, kambing dan juga
anjing. Kita berpesta pora dengan
Kiyai Saleh. " Raja Rangga Mandara memerintahkan para pejabatnya.
" Tapi bagaimana jika
Kiyai Saleh tahu bahwa ada daging anjing juga yang menjadi santapan dalam
kenduri nanti ?" Salah seorang pejabat kerajaan mengajukan keberatan.
" Ah... Nggak usah
dikasih tahu. Awas kalau sampai ada yang memberi tahu. Bilang saja bahwa
ada kenduri besar yang diadakan Baginda Raja. Dan daging yang dijadikan makanan
adalah daging kerbau atau rusa. " Pejabat yang menguping Raja Gafur tadi
mengancam rekan-rekannya.
Pada
hari yang telah ditentukan kenduri besar-besaran itu dilaksanakan. Kiyai Saleh
beserta pengikutnya hadir di tempat itu selepas menunaikan shalat Isya
berjama'ah. Dari aromanya saja makanan-makanan yang disuguhkan itu sudah terasa
lezat. Dan ditambah lagi setelah mereka menyantap masakan itu. Kiyai Saleh dan
para pengikutnya pun menyantap makanan itu dengan lahap.
Tanpa
rasa curiga sedikitpun Kiyai Saleh mengambil daging anjing yang sudah dicampur
dengan daging kerbau serta rusa. Raja Rangga Mandara dan pejabat kerajaan
tersenyum dan saling memandang wajah masing-masing yang menandakan bahwa
jebakan dan tipu daya mereka berhasil.
Setelah
semua orang menyantap makanan yang berlimpah jumlahnya itu, Raja Rangga Mandara
bertanya kepada Kiyai Saleh.
"
Wahai Tuan Kiyai, Bagaimana rasanya masakan yang kami suguhkan ?"
" Luar Biasa Baginda. Terima kasih
atas jamuan yang disuguhkan baginda malam ini. Semoga Allah SWT selalu
melimpahkan karunia-Nya kepada Baginda dan seluruh rakyat Tambora." Kiyai
Saleh memuji Raja Rangga Mandara seraya mendoakan raja Tambora itu.
" Di antara daging
yang lezat-lezat itu tuan Kiyai, terdapat Daging Anjing yang tuan haramkan.
" Ucap Raja Rangga Mandara dan disambut gelak tawa para pejabatnya.
Wajah Kiyai Saleh dan
pengikutnya merah seketika. Kiyai Saleh berdiri dan menunjuk ke wajah Raja
Rangga Mandara.
" Terkutuklah Kau
Wahai Raja Rangga Mandara bersama rakyatmu yang telah membuat tipu daya ini.
Ketahuilah bahwa Allah SWT Maha Membuat Tipu Daya. Cepat atau lambat kerajaan
ini akan tenggelam selama-lamanya. "
Kiyai Saleh dan pengikut
setianya meninggalkan tempat Kenduri. Mereka terus berjalan menyusuri kaki
gunung Tambora menuju ke arah selatan. Dengan raut wajah sedih seraya
bermunajat kepada Allah SWT agar diampunkan dari segala dosa karena telah
menyantap daging anjing yang dilarang dalam agama Islam, mereka terus berjalan
menelusuri kegelapan malam.
Tepat waktu shalat subuh,
Kiyai Saleh dan seluruh pengikutnya tiba di sebuah teluk di sisi selatan gunung
Tambora. Mereka mengambil air laut untuk
berwudhu. Lalu mereka melaksanakan shalat subuh berjamaah. Dalam doa-doa
yang dipanjatkan usai shalat subuh, Kiyai Saleh memohon kepada Allah SWT agar
Raja Rangga Mandara dan rakyatnya yang telah membuat tipu daya itu dibinasakan.
" Ya Allah penguasa seluruh jagat.
Tunjukkannlah kekuasaan-Mu atas tipu daya yang diberikan Raja Gafur beserta
pengikutnya kepada Kami. Tenggelamkanlah kerajaan itu untuk menjadi peringatan kepada generasi mendatang bahwa
keangkuhan, Tipu daya dan fitnah hukumannya adalah kebinasaan."
Hingga terbit matahari, Kiyai Saleh dan
Pengikut-Nya terus mengucap Doa-Doa. Sebuah Gempa Bumi yang teramat dahsyat
mengguncang kerajaan Tambora. Sebuah letusan yang maha Dahsyat dimuntahkan dari
puncak gunung Tambora. Dunia menjadi gelap gulita di pagi yang sebelumnya
cerah. Secepat kilat banjir lahar menerjang ke segala penjuru.
Istana Kerajaan
Tambora luluh lantah, orang-orang lari berhamburan dikejar banjir lahar itu.
Air laut naik ke daratan menenggelamkan semua yang ada. Dalam sekecap kerajaan
Tambora tenggelam bersama lahar dari Gunung Tambora dan air laut yang terus
menerjang meluluhlantahkan seisi kerajaan.
Kini
kerajaan Tambora tinggal kenangan. Orang-orang hanya melihat padang pasir dan hamparan savanna yang luas
mengitari gunung Tambora di ujung timur tanah Bima. Keangkuhan dan Tipu daya
telah membinasakan sebuah kerajaan yang makmur dan tentram itu. Allah SWT Maha
Kuasa atas segala yang diciptakan-Nya. Hingga saat ini teluk tempat Kiyai Saleh
dan pengikutnya berdoa dinamakan Teluk Saleh.
T a m a t
Post a Comment