|
Pejabat Kesultanan Bima ( Sumber : KITLV Leiden ) |
Dalam
struktur pemerintahan kerajaan dan kesultanan Bima terdapat jabatan Ruma Bicara
atau perdana Menteri. Ruma Bicara memegang posisi penting dalam sistim
pemerintahan dan sebagai pengendali jalannya roda pemerintahan. Jabatan Ruma
Bicara sebenarnya merupakan kelanjutan jabatan Bicara Mbojo pada zaman Ncuhi.
Dimana pada masa itu, Ncuhi Dorowuni (penguasa Wilayah Bima Timur) dipercaya
oleh Ncuhi-ncuhi lainnya sebagai Bicara Mbojo ( Abdullah Tayib, BA 50). Pada masa Raja Indra Zamrut
(Raja Bima pertama), jabatan Ruma Bicara dipegang oleh adiknya Indra Komala.
Namun setelah Indra Komala memakzulkan diri karena masalah hilangnya mata
pancing Indra Zamrut, jabatan itu menjadi lowong. Pada masa Raja Batara Indra
Bima, Bicara Mbojo dipegang oleh putera kedua Indra Zamrut yang bernama Batara
Indra Dewa. Setelah itu, BO tidak menjelaskan lagi siapa Ruma Bicara sampai
pada abad XV pada masa Ruma Bicara Bilmana.
|
Pesanggarahan Perdana Menteri Abdul Hamid Di Lewa Mori |
Disamping
dikenal dengan Bicara Mbojo atau Ruma Bicara, jabatan ini juga dikenal dengan
Tureli Nggampo atau jabatan yang menghimpun para Tureli (pejabat setingkat
menteri). Tureli Nggampo membawahi tujuh Tureli yang semuanya menjadi anggota
Sara-Sara( Eksekutif) yaitu Tureli Belo, Bolo, Donggo,Parado, Sakuru, woha dan
Tureli Nggampo sendiri yang menjadi ketua semua Tureli. Pada periode
kepemimpinan beberapa sultan, jabatan Ruma Bicara juga dikenal dengan istilah
Wazir, seperti Wazir Ismail pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kadim ( 1742-1773)
dan Wazir Muhammad Ya’kub ( Ruma Ma Kapenta Wadu) pada masa pemerintahan Sultan
Islmail dan Sultan Abdullah. Jabatan Ruma Bicara terkadang berlangsung sampai
dua generasi sultan Bima.
Pada
abad XV, terjadi keputusan kontroversi yang mempengaruhi garis keturunan Raja
dan Ruma Bicara.Bilmana yang awalnya diangkat menjadi Raja membuat kesepakatan
dengan adiknya Ruma Bicara Manggampo Donggo untuk menukar jabatan. Hal itu
dilakukan karena Bilmana merasa kurang puas dengan kinerja adiknya. Manggampo
Donggo kurang sigap dan tanggap menghadapi situasi krisis saat itu. Ekonomi
Bima dalam keadaan merosot, rakyat kelaparan. Raja Bilmana terpanggil dan ingin
bertindak selaku kepala eksekutif untuk menangani krisis sesuai dengan ilmu
pengetahuann yang didapatnya ketika menimba ilmu di Gowa, Bone dan Luwu.
|
Ruma Bicara Abdul Hmid Kopiah tengah ( Sumber : Fickriverfoto) |
Setelah
keduanya sepakat, maka keputusan itu disampaikan kepada Majelis Adat dan
disetujui, namun pertukaran jabatan itu mesti dikukuhkan dalam Sumpah yang
dikenal dengan SUMPAH BILMANA. Sumpah itu berlaku permanen dan turun temurun
hingga anak cucu sampai akhir zaman. Pada masa Sultan Abdul Kahir I, Abdul
Khair Sirajuddin dan sultan-sultan lainnya, sumpah itu tetap dibacakan kembali
untuk menjadi pengingat di antara kedua keturunan yang sedarah itu. Berkat
bergantian jabatan itulah, Bima kemudian menjadi negeri terpandang. Bilmana
tampil sebagai kepala eksekutif yang memajukan Bima dari berbagai bidang.
Bilmana memerintahkan kedua puteranya La Mbila dan La Ara untuk melakukan
ekspansi ke wilayah timur. Negeri-negeri di timur pun ditaklukan hingga ke
kepulauan Alor dan Solor. Sehingga La Mbila dijuluki Ma Kapiri Solor. Penugasaan
terhadap wilayah di timur ini berlangsung hingga tahun 1926.
|
Ruma Bicara Abdul Hamid ( Mbojoklopedia) |
Jabatan
Ruma Bicara cukup strategis. Menurut ketentuan Hadat, jika Sultan yang dilantik
belum cukup umur (masih kecil) maka jabatan Sultan diemban oleh Ruma Bicara
sebagai wali sultan. Seperti pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kadim yang
dilantik dalam usia 13 tahun diwalikan kepada Ruma Bicara Abdul Ali. Sultan Abdul Hamid yang dilantik dalam usia
11 tahun diwalikan oleh Ruma Bicara Muhyiddin. Hubungan antara Sultan dan Ruma
Bicara tidak selamanya mesra. Pada masa sultan Abdul Azis Ma Wa’a Sampela
(1868-1881) Belanda menawarkan kerja sama lunak dengan menghapus upeti hasil
hutan dari Kayu Kuning.Kondisi ekonomi Bima saat itu sangat terpuruk. Kelaparan
dan kekeringan terjadi di seluruh wilayah Bima. Abdul Azis bersedia menerima
tawaran itu, karena kondisi ekonomi Bima yang terpuruk. Tapi Perdana Menteri
Ahmad Daeng Manasa tidak sependapat dengan Sultan Abdul Azis. Maejlis Adat pun
terpecah dua antara mendukung Sultan dan Ruma Bicara. Akhirnya Sultan Abdul
Azis menerima tawaran Belanda. Sebagai dampak dari hal itu, Ahmad Daeng Manasa
mengundurkan diri dari jabatan Ruma Bicara. Pengunduran diri ini diikuti oleh
anggota Maejlis Adat yang sependapat dengan Ahmad Daeng Manasa yang dikenal
dengan Kelompok “ Ma Kalosa Weki “.
|
Pejabat kesultanan Bima |
Karena
Jabatan Ruma Bicara lowong, Belanda pun ikut campur dalam urusan pemerintahan
kesultanan Bima. Secara sepihak Belanda mengangkat Abdul Azis Bin Yunus menjadi
Ruma Bicara. Hal ini menambah beban pemikiran Sultan Abdul Azis. Pada situasi
demikian, tanpa diduga-duga Suitan Abdul Azis meninggal dunia tanpa menderita
penyakit. Setelah wafat diberi gelar Ma Wa’a Sampela ( Yang meninggal di usia
bujang). Majelis Adat menolak Abdul Azis Bin Yunus karena bukan dari keturunan
Bilmana. Perseteruan antara Belanda dan Majelis Adat terus berlanjut hingga
dilantiknya Sultan Ibrahim pada tahun 1881. Energi baru untuk menjalankan
sumpah Bilmana dan Manggampo Donggo direalisasikan Sultan Ibrahim dan Majelis
Adat mengganti Abdul Azis Bin Yunus dengan Muhammad Qurais.
Berikut
daftar Ruma Bicara kerajaan dan kesultanan Bima menurut BO, naskah 31, lampiran
G yang ditambah keterangan lain dalam BO naskah 11 dan 13 dikutip dari Buku Bo
Sangaji Kai, Hendri Chamber loir dan Hj. Siti Maryam Muhammad Salahuddin.
Silsilah ini dimulai pada masa Bilmana. yaitu Ma Wa’a Bilmana, La
Mbila Makapiri Solor (anak No.1), Ma
Mbora Ba Cihu Lambahi, Ma Ama Lima Dai ( anak no.2), Bumi
Renda Manuru Suntu, La Mbila,( anak no.3), Mantau
Dana Ntori, ( anak no.4),Abdullah
( Bumi Luma Kae Mambora Ese Buton) anak ke 5, Jeneli
Bolo Wau mantau dana Timu, anak ke 6, Abdul
Ali (Jeneli Rasanae), anak nomor 7, Ismail
(Manggemaci), anak nomor 8, Muhyiddin
( Nagalere) anak no.8, Abdullah
( Mambora Ese Reo) anak ke 8, Abdul
Nabi ( Tureli Bolo Ma Wa’a Kadi) anak no.8, Muhammad
Yakub( Kapenta Wadu) anak no.12, Ahmad
Daeng Manasa (Makalosa Weki), Abdul
Azis Bin Yunus (Bicara Saleko), bukan keturunan Bilmana, Muhammad
Qurais Bin Muhammad Hiddir, cucu no.13, Abdul
Hamid Bin Abdul Majid, keponakan No. 16
Catatan : Ma Mbora = Yang
Meninggal.
Penulis : Alan Malingi
Sumber :
1. Henri Chambert. Loir & Siti Maryam Salahuddin, BO Sangaji Kai, Catatan Kerajaan Bima
2. Abdullah Tayib, BA,Sejarah Bima Dana Mbojo
3. Hilir Ismail, Perna Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara
Post a Comment