Nontogama Dan La Lino
Dr.Hj. Maryam Salahuddin Membacakan Nontogama
Nontogama adalah Alquran
tulis tangan yang diperkirakan ditulis pada masa awal kesultanan Bima 1640
-1700 M pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahir I dan dilanjutkan oleh
puteranya Sultan Abil Khair Sirajuddin. Nonto berarti jembatan penuntun. Gama
adalah Agama. Jadi Nontogama adalah Kitab penuntun agama. Alquran ini berukuran
39 x 25,5 Cm dengan jumlah 715 halaman. Menurut Hj.Siti Maryam
M.Salahuddin, kertas kitab ini dipesan khusus dari Eropa dan penulisannya
menggunakan tinta tradisional saat itu yaitu dari Nanah pohon kinca yang
dicampur arang. Pada surat Al Fatihah dan al-baqarah dipinggirnya dihiasi
ornamen Bunga Satako (Bunga setangkai) . Ide penulisan Alquran ini sebagai
upaya penyiaran Islam pada masa-masa awal masuknya Islam di tanah Bima. Sehingga
ayat-ayat suci itu bisa disebarluaskan ke seluruh masyarakat. Hanya inilah
Alquran yang ada di Bima pada saat itu dan stategi penyebarluasannya dengan
cara menghadirkan rakyat di Asi Mbojo untuk sama-sama mendengarkan lantunan
Ayat Suci Alquran dari para ulama dan mubaliq setiap malam Jumat.Nontogama ada
dua buah yaitu berukuran besar dan ukuran seperti Alquran biasa. Kekayaan
leluhur Dana Mbojo ini, masih tersimpan rapi di Museum Samparaja. Beberapa kali
saya juga membaca kitab ini dan nuansa masa lalu pada awal-awal masuk islam
Bima sangat terasa.
Pada periode selanjutnya
muncullah ide dari Sultan Alauddin dan Syekh Subur, seorang Imam Masjid
Kesultanan Bima sekaligus guru dari Sultan Alaudin yang memerintah pada 1731
-1742 M untuk menulis Alquran yang diberi nama La Lino. Selanjutnya jejak
syekh Subur dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdul Gani Bima, guru besar
di Madrasah Haramayn Masjidil Haram di penghujung abad 19.La Lino saat ini
menjadi salah satu koleksi Baitul Quran TMII Jakarta.
Sultan Alaudin sangat
berjasa dalam memprakarsai penulisan Alqur’an yang menjadi salah satu dari
sekian banyak monument dan jejak kejayaan Islam di Bumi Maja Labo Dahu ini.
Pada masa pemerintahannya, perkembangan ilmu tasauf dan fiqih sangat pesat.
Banyak kitab-kitab tasauf dan fiqih juga yang dihasilkan pada masa itu. Karena
perhatian Alaudin pada Islam cukup besar dan memberikan peluang kepada ulama
untuk terus melakukan dakwah Islamiyah.
Kenapa dinamakan La Lino ?
dari segi etimologi, Lino berarti membasahi atau mengairi. Kata “Lino” dalam
pengertian Bima berarti tumpah ruah, memenuhi dan menaungi. Pada intinya Lino
adalah ungkapan yang menjurus kepada air dan hamparan samudera yang luas. Nama
yang mengarah ke air adalah kerangka syariat. Jadi La Lino adalah nama yang
berwawasan syariat ( Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima, 50).
La Lino Di Baitul Quran TMII Jakarta |
La Lino juga adalah bagian
dari ekspresi sufistik dan tasauf yang berkembang pesat di Bima pada abad 17 M.
Menurut para sufi, syariat adalah jalan menuju sumber air.jasmani manusia dan
seluruh mahluk hidup membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. Ruhaninya pun
membutuhkan air kehidupan. Alqur’an menguraikan seandainya segala pepohonan
yang ada di muka bumi ini dijadikan kalam, dan lautan ditambah tujuh lautan
lagi dijadikan tintanya, tak aka nada habisnya kalimat Allah itu. Sungguh Tuhan
Maha Perkasa, Maha bijaksana (QS.31: 27). Penggunaan “air” dalam perjalanan
jiwa menuju tuhan juga sering dilukiskan oleh para penyair sufi ternama seperti
jalaluddin Rumi hingga Muhammad Iqbal. Schimel dalam analisisnya terhadap karya
Rumi, Diwan mengungkapkan, perjalanan itu akan membawa jiwa manusia ke
puncak-puncak “kibriya” yang bercahaya, yaitu keagungan tuhan, dan akhirnya
ke’adam’,jurang Zat Ilahi yang tiada batasnya.(Schimel, dalam Diwan jalaluddin
Rumi).
La Lino dihiasi ukiran ragam
hias yang bernuansa Islami, cukup detail dan kaya ekspresi. Tanda bacanya
memadukan warna emas,merah,hijau, biru dan kuning. Kini tersimpan rapi di
Museum Baitul Qu’an TMII Jakarta dan menjadi asset bangsa Indonesia.Menurut
Sufrin Kambera (Petugas TMII asal Bima), La Lino berbahan kertas Eropa, dengan
CounterMark tertera “ John Hayes 1815”. Ukuran Halaman 35 x 12,5 cm.Jumlah
halaman 598 – Wakaf dari Hj. Siti Maryam Rahmat Salahuddin , Iluminasi bergaya
khas Nusantara dengan warna emas , merah, hujau, biru dan kuning , di halaman
awal – tengah dan akhir Al-Quran ini sangat bagus , dikerjakan dengan
ketelitian luar biasa, kualitas seperti bisa di sejajarkan dengan seni mushaf
dari kawasan timur tengah .Jika kita kalkulasi umur Mushab La Lino, maka
usianya hingga kini berarti telah mencapai lebih dari 3 Abad, sebuah rentang
usia yang telah menjadi pengawal pasang surut peradaban Islam di Bima,
Indonesia, bahkan dunia.
Penulisan Alquran nun jauh
di lima abad silam ini adalah ide dan kreatfitas luar Biasa dari generasi
terdahulu untuk menuntun ummat ke jalan “Siratal Mustaqim ” sehingga Alquran
ini diberinama Nontogama( Jembatan Penuntun Agama) dan La Lino .Penggunaan
istilah Nontogama dan La Lino merupakan ciri dari proses pribumisasi Islam yg
dilakukan oleh Sultan dan para Ulama’. Tanpa mengurangi substansi (qath’i) dari
ajaran-ajaran Islam, rakyat didekatkan dengan istilah-istilah yang mudah mereka
serap. Keramahan syiar inilah yg menyebabkan Kerajaan Bima mjdkan Al Quran
sebagai rujukan utama dlm menyusun konstitusi hadat. Setidaknya
mengingatkan kita semua utuk memulai membangun aras peradaban dari spirit Al
Qur’an.
Penulis : Alan Malingi
Sumber : 1. Ensiklopedia Bima, Muslimin Hamzah
2. Sejarah Bima Dana Mbojo, H.Abdullah Tayib,BA
Post a Comment