f "Pamaco" Resepsi Pernikahan Adat Bima - Alan Malingi | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

"Pamaco" Resepsi Pernikahan Adat Bima

Ada yang menyebutnya dengan Pamaco, ada yang menyebutnya dengan Tawori dan ada pula yang menyebutnya dengan Jambuta. Kedua prosesi tersebut merupakan rangkaian akhir dari prosesi pernikahan masyarakat Bima pada masa lalu. Saat ini lebih akrab dikenal dengan Ramah Tamah atau Resepsi Pernikahan.Pada masa lalu, Pamaco  berlangsung di uma ruka dihadiri oleh para sanak keluarga atau anggota keluarga saja. Dalam upacara tawori atau pamaco, seluruh keluarga akan datang memberikan sumbangan kepada penaganten baru untuk dijadikan modal dalam mebina rumah tangganya. 


Jenis barang yang disumbangkan cukup beragam,  seperti:
1.      Hewan ternak seperti kerbau, kuda dan kambing. Dalam upacara ini si penyumbang akan menyerahkan secara simbolis dalam bentuk “ai pote”. Yaitu seutas tali tradisional Mbojo yang dibuat dari serat waru yang dililit rapi dengan menggunakan alat khas.
2.      Bahan makanan terutama padi, diberikan secara simbolis dengan menyerahkan sejumlah helai bulir padi yang sudah kosong (bagian dari sungga). Dari jumlah helai bulir padi (sungga) dapat diketahui jumlah sumbangan yang diberikan. Ada yang sakelo, dua kelo bahkan ada yang sawu’u. Sakelo sama dengan sampuru kapi (sepuluh ikat). Sawuwu sama dengan sariwu kapi (seribu ikat) atau sampuru kelo (sepuluh kelo). Sajala sama dengan seratus kelo atau sampuru wuwu.
3.       Bagi keluarga yang tidak mampu, akan memberikan sumbangan   yang   sesuai dengan kaadaan ekonomi mereka.

Pada masa kini, upacara tawori atau pamaco dikenal dengan istilah rama tamah atau resepsi pernikahan telah banyak mengalami pergeseran. Makna Pamaco lebih mengarah kepada pesta yang identik dengan kemewahan dan gengsi. Pamaco orang kaya berbeda dengan orang miskin.  Sumbanngan yang diberikan oleh undangan tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan oleh keluarga penganten, sehingga tujuan dari upacara sudah tidak sama dengan tujuan tawori atau pamaco masa lalu.
Pada masa lalu tawori atau pamaco hanya upacara untuk  keluarga dalam rangka mengumpulkan sumbangan untuk kedua penganten. Para handai taulan serta kerabat di luar lingkungan keluarga sudah hadir pada mada  rawi yaitu upacara lafa, sesuai dengan sunah Nabi yang menganjurkan kita menghadiri upacara lafa (akad nikah). Para kerabat dan seluruh masyarakat di sekitar sudah memberikan sumbanngan pada awal pelaksanaan nika ro neku. Mereka datang bermai – ramai untuk melaksanakan “teka ro ne’e” (memberikan sumbangan).
Kita bayangkan saja amplop yang dimasukan di kotak yang disiapkan pada acara resepsi banyak yang kosong. Tidak seimbang dengan makanan yang disantap jika diuangkan bisa mencapai Rp.50.000. Jambuta dan Pamaco adalah warisan budaya sebagai bagian dari Walimatul Urs dan tata nilai dalam membantu pengantin baru sebagai modal untuk kehidupan rumah tangganya.







Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.