f Mengenang Manuru Sigi - Alan Malingi | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Mengenang Manuru Sigi

Foto Fitua.blogspot.com 
Sultan Ismail adalah putera dari Sultan Abdul Hamid. Lahir di Bima pada tanggal 1 Zulhizah 1211 atau 1795 M. Gelar lengkapnya adalah Ismail Ruma Ma Wa’a Alus Manuru Sigi ( Yang berperangai baik dan dimakamkan di masjid). Makamnya di sebelah barat masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima sekarang. Sultan Ismail dinobatkan menjadi Sultan pada tanggal 8 Safar 1235 H bertepatan dengan 26 November 1819 M menggantikan ayahnya Sultan Abdul Hamid.

Pada masa pemerintahanya, Sultan Ismail melanjutkan dan mengembangkan apa yang telah dirintis oleh ayahnya Sultan Abdul Hamid. Usahanya sangat gencar melebarkan syap-sayap dakwah ke daerah Manggarai dan Dompu. Pada masa pemerintahannya banyak keluarga istana Bima yang menjadi pejabat di kerajaan Dompu, di antaranya menjadi kepala hadat atau Ruma Bicara(Perdana Menteri yaitu bangsawan yang bernama Daeng Talara dan Tuan Guru H.Abdul Gani yang kala itu baru pulang dari Makkah.

Masjid Sultan Muhammad Salahudddin Bima
Pada masa pemerintahannya pembangunan Langgar dan Masjid sangat gencar dilakukan di seluruh pelosok kampung-kampung di wilayah kesultanan Bima. Di setiap kampung dan desa didirikan masjid yang tidak hanya untuk shalat lima waktu, tetapi juga untuk shalat Jum’at,Idul Fitri dan Idul Adha serta kegiatan keummatan lainnya. Di tingkat kejenelian(kecamatan) di tetapkan masjid Jami untuk pusat kegiatan kejenelian dan di kesultanan ditetapkan SIGI NA’E( Masjid Besar) atau masjid agung untuk berbagai kegiatan di tingkat kesultanan. Oleh karena itulah, setelah wafat diberikan gelar Manuru Sigi karena rakyat memandang bahwa selama hidupnya Sultan Ismail mencurahkan perhatian yang besar terhadap pembangunan langgar dan masjid.

Makam Sultan Ismail di sebelah barat masjid Sultan Muhammad Salahuddin 
Karena begitu besar perhatiannya terhadap sarana ibadah, sultan ismail lupa terhadap daerah-daerah taklukan di bagian timur seperti manggarai dan flores. Dan sejak awal abad XIX kekuasaan Bima di flores barat menjadi surut., Melihat hal tersebut di atas, Belanda yang sudah menguasai wilayah tersebut menghasut orang-orang Manggarai di Flores Barat untuk mengusir orang-orang Bima yang sejak abad XV sudah menanamkan pengaruhnya di wilayah tersebut.Bahkan pada masa sultan Ismail, Belanda mulai memaksakan untuk menandatangani perjanjian. Namun dengan kemampuan yang ada, penguasa-penguasa Bima masih mampu untuk menolaknya.

Masa pemerintahan Sultan Ismail penuh dengan konfrontasi baik dengan Belanda maupun penyerangan Bajak Laut Pabelo. Empat tahun setelah letusan gunung Tambora tepatnya pada tahun 1819 terjadi penyerangan bajak laut Tabelo (orang Bima menyebutnya Pabelo) di sepanjang pantai utara pulau Sumbawa. Mereka menjarah harta benda,membakar kampung dan kota,membunuh dan menawan penduduk untuk dijadikan budak belian. Selesai menjarah kerajaan Sanggar Pabelo menjarah ke arah timur dan singgah di Wera. Rumah Penduduk di bumi hanguskan. Dengan kejadian tersebut, Sultan Ismail bersama Sara Dana Mbojo( Dewan Hadat) mempersiapkan lasykar untuk menangkal kegiatan mereka. Lasykar yang dibentuk pada masa Sultan Ismail ini diberinama SUBA NGAJI yang bertugas sebagai pasukan penghalau musuh dan aparat keamanan yang menjaga keselamatan sultan dan Sara Dana Mbojo.
            
Tambak-tambak yang dibuat sejak masa Sultan Ismail 
Pabelo terus melancarkan serangan ke pelabuhan Sape. Mereka bagaikan anjing merebut tulang dan menjarah harta benda. Di kota Sape mereka bertemu dengan lasykar Sultan Ismail dibawah pimpinan Jeneli Parado dan Waworada. Parompak Pabelo berhasil dilumpuhkan dan dihalau kembali ke laut setelah meninggalkan mayat pimpinannya. Setelah mengusir Pabelo, Sultan Ismail kembali menfokuskan perhatian di bidang pertanian dan perikanan. Pada masa pemerintahannya banyak sawah-sawah baru dicetak dan tambak ikan bandeng dibuat di sekitar teluk Bima dan pelabuhan Bima. Tambak-tambak itu hingga sekarang masih tetap ada dan berada dikawasan SARATA. di sebelah selatan pelabuhan Bima.  Sultan Ismail wafat pada tahun 1854 dan dimakamkan di sebelah barat masjid kesultanan Bima.

Penulis : Alan Malingi


Sumber : Profil Raja Dan Sultan Bima, M.Hilir Ismail & Alan Malingi 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.