Senyum Yang Tak Pernah Pergi
Bersama para penari di Istana Bima |
Sebenarnya tulisan
ini saya publish pada ultah IIbu Indah Dhamayanti Puteri tanggal 19 November 2014. Karena beberapa kesibukan, barulah saat ini saya sempatkan melihat
kembali tulisan-tulisan yang pernah saya uraikan di buku “ Mendayung Di Antara
Karang “ Refleksi Setahun Kepemimpinan Ferry-Usman saat saya menjadi staf
konseptor pidato-pidato Bupati Bima saat itu. Buku itu adalah karya besar kami
sewaktu di Humas Protokol Pemkab Bima pada tahun 2006.
Masa jabatan Ferry Zulkarnain sebagai sultan
Bima sama dengan usia jabatan Sultan
Abdul Kahir I empat abad silam. Abdul Kahir I dinobatkan menjadi Sultan Bima
pertama pada tanggal 5 Juli 1640 dan wafat pada 22 Desember di tahun yang sama.
Sultan H. Ferry Zulkarnain pun mengalami hal demikian, di Tuha Ra Lanti pada
Kamis, 4 Juli 2013 dan meninggal dunia pada Kamis 26 Desember 2013. Keduanya
sama-sama memegang jabatan Sultan dalam rentang waktu yang pendek. Ferry Zulkarnain yang biasa dipanggil dengan sapaan akrabnya Dae Ferry lahir di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 1964 sebagai putra sulung dari lima bersaudara dari
pasangan keluarga Putra H. Abdul kahir dan Hj.Retno Murti Jubaidah.
Masa – masa kecil dan remaja Ferry
tidak dijalaninya di tanah asal . Pendidikan formalnya untuk Sekolah Dasar (SD) diawalinya di
Mataram, sedangkan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA),dan Perguruan Tinggi ( PT) dienyamya di Ibu Kota Jakarta.
Sempat nyambi pada Fakultas Tehknik Universitas Muhammadiyah Jakarta, namun tidak selesai.
Saat masih menempuh studi di Ibu Kota Jakarta, kondisi Putra H.Abdul Kahir yang sudah semakin tua dan mulai sakit –
sakitan. Dengan berat hati Ferry harus meninggalkan bangku kuliah, kembali ke
Bima. Karena diminta untuk menemani sang ayah. Itulah yang menyebabkan Dae Ferry tidak sempat meraih gelar pada
perguruan tinggi dimana ia menuntut ilmu. Diantara kesibukanya sebagai Ketua DPRD Kota
Bima, nampaknya masih terbesit keinginan untuk mewujudkan kembali harapan orang
tua, untuk menyelesaikan studi yang telah lama Dae Ferry tinggalkan. Dae Ferry
pun memilih untuk melanjutkan kembali (transfer) di Universitas AL Azhar
mataram, tahun 2001, pada Fakultas Tehnik Di Bima Ferry kemudian mencoba
menggeluti dunia usaha dengan terjun dalam usaha jasa konstruksi (kontraktor).
Dengan modal disiplin ilmunya, ia pun melakoni dunia ini selama puluhan tahun.
Pada usia 31 tahun, Ferry mengakhiri
masa lajangnya dan mempersunting Indah
Damayanti Putri. Dari buah pernikahannya di karunia1 2 (orang ) orang putra
yakni Muhammad Putra Ferryandi dan Muhammad Putera Pratama yang lahir setahun
sebelumnya dirinya menghadap Sang Khalik.
Ferry Di
Pentas Politik
Disamping menjalani aktivitas usahannya di
bidang jasa konstruksi, Ferry memilih
juga untuk masuk di dunia politik sejak tahun 1994. Ferry masuk Partai Golongan Karya (Golkar),
sebagai organisasi kerakyatan terbesar saat itu dan dipercayakan untuk
menduduki jabatan Wakil Bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Golkar
Kabupaten Bima periode 1994 – 1998. Pada Pemilihan Umum tahun 1997 Ferry terpilih manjadi anggota legislative
(DPRD Kabupaten Bima) dari partai GOLKAR. Sebagai akibat era reformasi di
seluruh pelosok nusantara, sehingga masa kerja pemerintahan pada masa ini tidak
sampai 5 (lima ) tahun, dan hasil dari Pemilihan Umum tahun 1999 Ferry kembali
menjadi anggota DPRD dan terpilih menjadi salah satu pimpinan (wakil ketua)
DPRD Kabupaten Bima sebagai wakil dari generasi muda .
Pada saat Musyawarah Daerah (MUSDA) DPD Partai
Golkar Kabupaten Bima tahun 1998 dengan terpilihnya H.A. Malyk Ibrahim, SH sebagai
ketua DPD Partai Golkar, Ferry ditunjuk
menjadi Wakil Ketua Bidang Kepemudaan. Pada masa kepemimpinanya sebagai wakil
ketua DPRD Kabupaten Bima, Ferry telah
banyak berbuat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap masyarakat Bima baik
dari segi anggaran, legislasi dan mengontrol jalanya pemerintahan. Disamping
itu Dae Ferry bersama teman – teman pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bima
telah berjuang secara maksimal dan telah berhasil mewujudkan terbentuknya
Pemerintah Kota Bima sebagai daerah otonom melalui Undang – Undang Nomor 13 tahun 2002 tentang Pengesahan Pemerintahan
Kota Bima.
Kepergian
Ayahanda Tercinta
Di tengah kesibukan Ferry menjadi Wakil Ketua
DPRD Kabupaten Bima, sang ayah tercinta, Putra Abdul Kahir dipanggil oleh Yang
Maha Kuasa. Orang tua yang telah membesarkan, membimbing dan mengajarkan
tentang kepribadian yang baik, kepribadian yang sederhana. Bagi Dae Ferry, ini
merupakan kenyataan hidup yang akan dihadapi dan dialami oleh semua orang.
Baginya , sosok ayahanda Putra Abdul Kahir, telah banyak memberikan tuntunan,
tentang bagaimana manjalani kehidupan ini, bagaimana berbuat kebajikan bagi
semua orang. Sepeninggal sang ayah tercinta, Ferry harus menggantikan posisi sang ayah
sebagai Jena Teke (Raja Muda) sebagaimana tradisi kerajaan yang telah turun
temurun. Ferry dilantik sebagai Jena
Teke pada tahun 2002.
Memimpin DPD
Golkar dan Ketua DPRD Kota Bima
Seiring dengan lahirnya Undang – undang No.13
tahun 2002, maka sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bima yang masuk melalui daerah
pemilihan kecamatan Rasanae harus pindah untuk menjadi anggota DPRD Kota Bima
dimana Dae Ferry terpilih menjadi ketua DPRD Kota Bima yang pertama. Pada saat
yang sama semua partai politik diharuskan untuk melakukan pemekaran, dimana DPD
Partai Golkar Kabupaten Bima diperintahkan untuk melaksanakan Musyawarah Daerah
Khusus(MUSDASUS) dalam rangka membentuk dan memilih pengurus DPD Partai Golkar
Kota Bima dan dalam MUSDASUS tersebut Dae Ferry terpilih sebagai ketua
periode 2002 – 2007.
Hasil Pemilihan Umum 2004, Dae Ferry kembali
menjadi anggota DPRD Kota Bima dan terpilih sebagai ketua DPRD Kota Bima, masa
bakti 2004 – 2009. Dalam memimpin DPRD
Kota Bima periode kedua ini, ia telah berhasil membangun kemitraan yang
sinergis dengan Walikota Drs. H. M. Nur A. Latif dalam membangun dan membawa
perubahan untuk daerah dan masyarakat Kota Bima , meskipun Drs. H. M. Nur A.
Latif adalah rivalnya pada saat pemilihan Walikota. Di tengah kesibukanya sebagai Ketua DPRD Kota Bima,
nampaknya masih terbesit keinginan untuk mewujudkan kembali harapan orang tua,
untuk menyelesaikan studi yang telah lama Dae Ferry tinggalkan. Dae Ferry pun
memilih untuk melanjutkan kembali (transfer) di Universitas AL Azhar Mataram,
tahun 2001, pada Fakultas Tehnik.
Menjadi Bupati Bima
Saat blusukan ke sekolah-sekolah |
Pemilukada Kabupaten Bima pada tahun 2005
telah menarik perhatian Ferry untuk ikut sebagai salah satu kandidat. Bersama
Drs.H. Usman AK. ,Dae Ferry turun ke
desa-desa dan berbaur bersama rakyat. Pada tanggal 27
Juni 2005, sebagian besar rakyat Kabupaten Bima menjatuhkan pilihannya
pada Ferry – Usman dengan perolehan
suara sebanyak 100,438 pemilih atau 44,58%, jauh meninggalkan pasangan –
pasangan lainya . Dimana H. Zainul Arifin – dr. H. Ibrahim menjadi runner – up dengan perolehan suara
sebanyak 54,386 pemilih atau 24.14% disusul H. Muchtar – dr. H. Irfan diurutan
ketiga dengan perolehan suara sebanyak 26.545 atau 11,78%, sementara H. Khaer –
H. Masykur bertengger di urutan keempat dengan perolehan suara sebanyak 24.025
atau 10,66 % dan H. Najamuddin – H.Syafruddin diurutan kelima dengan perolehan
suara sebanyak 14.601 atau 6,48%. Sedangkan H. Thamrin – Evi Navisah menjadi
diurutan keenam dengan perolehan suara sebanyak 5,309 atau 2,36%.
Kemenangan
Sosok Ferry pada pemilukada langsung pertama di Bima ini adalah kemenangan
sejarah dan budaya. Aura dan Kharismatik Putera Kahir, Sultan Muhammad
Salahuddin dan sultan-sultan terdahulu sangat kental dalam sosok Ferry. Lima
tahun kepemimpinannya dengan Drs.H.Usman AK telah banyak menorehkan prestasi di
berbagai bidang. Sosok Ferry-Usman adalah sosok yang sering menyambangi warganya,
bahkan tidur di desa-desa memotivasi masyarakat membangun daerah. Jika publik
terkagum atas blusukan JOKOWI dari Solo menuju Jakarta, sebenarnya hal serupa
sudah dilaksanakan oleh Ferry Zulkarnain di masa pemerintahannya.
Pilkada
2010, Ferry kembali tampil menjadi calon Bupati Bima dengan menggandeng
Drs.H.Syafrudin H.M.Nur, M.Pd atau yang dikenal dengan pasangan Fersy Rakyat.
Untuk kedua kalinya, Ferry mendapat simpati rakyat untuk memimpin Kabupaten
Bima masa bhakti 2010-2015. Pada akhir
tahun 2012, Ferry jatuh sakit dan dirawat intensif di Rumah Sakit Harapan Kita
Jakarta. Awal Tahun 2013, Ferry kembali beraktifitas memimpin Kabupaten Bima.
Menjadi
Sultan Bima XVI
Penobatan sebagai sultan Bima |
Meski
diwarnai pro kontra atas rencana penobatannya sebagai Sultan Bima XVI, namun prosesi
penobatannya berlangsung dengan aman dan sukses pada kamis pagi 4 Juli 2013.
Event langka di abad modern itu menyita perhatian berbagai media local,
nasional hingga internasional dan dihadiri oleh para Raja dan Sultan
se-nusantara. Setelah memegang amanah menjadi Sultan Bima XVI, akhir tahun 2013
Ferry Zulkarnain memenuhi panggilan Sang Khalik untuk selama-lamanya pada kamis
pagi 26 Desember 2013 di Rumah Sakit umum Daerah Bima.
Dalam
sebuah pertemuan di Museum Samparaja pertengahan tahun 2013, Ferry pernah
mengemukakan rencananya sebagai Sultan Bima dalam rangka pelestarian budaya dan
penguatan Majelis Adat Dana Mbojo, termasuk revitalisasi Museum Asi Mbojo,
Festival Keraton Nusantara IX dan pembangunan sebuah Sasana Budaya di kompleks
Museum Asi Mbojo.
Manusia
hanya bisa berencana. Allah telah menurunkan takdirnya. Ferry harus dipanggil
menghadapNya sebelum semua rencana-rencananya direalisasikan. Jenazah Ferry
Zulkarnain diantar ribuan warga dan dikebumikan di kompleks pemakaman di bukit
Dana Taraha. Hadir pada prosesi pemakaman itu antara lain Ketua MK RI Hamdan
Zoelva, Anggota DPR RI dan DPD RI asal NTB. Upacara pemakaman dilaksanakan
secara militer. Gubernur NTB H. Zainul Mazdi menjadi Inspektur Upacara
pemakaman itu. Selamat Jalan Sang Senyum Yang Tak Pernah Pergi dari hati kami……….!
Penulis : Alan Malingi
Penulis : Alan Malingi
Post a Comment